manusia yang hanya
berdoa dalam keadaan duka dan menderita, ia belum memiliki
kesempurnaan insani dan ketulusan beribadah, bahkan hatinya masih
keras dan membeku, dijauhkan dari curahan rahmat dan maghfirah Allah
swt.
Rasulullah saw pernah menasehati Fadhel bin Abbas:
"Jagalah Allah niscaya Dia menjagamu, jagalah Allah niscaya kamu
akan jumpai Dia di hadapanmu. Kenalilah Allah dalam suka, niscaya
Dia akan mengenalimu dalam menderita". (Al-Faqih, 4: 296)
Maksud hadis ini menegaskan bahwa kita harus berdoa dalam dua
keadaan: suka dan duka, bahagia dan menderita.
Berdoalah kepada Allah swt dalam keadaan suka dan jangan melupakan-
Nya, sehingga Dia mengijabah doa kita dan tidak melupakan kita saat
kita menderita.
Janganlah kita seperti orang-orang yang melupakan Allah sehingga Dia
melupakan mereka.
Karena orang yang melupakan Tuhannya di saat bahagia, sebenarnya
saat itu ia telah tunduk pada sebab-sebab lahiriyah. Sehingga ketika
ia berdoa kepada Tuhannya saat menderita, sebenarnya ia berdoa pada
rububiyah-Nya, bukan kepada Allah swt. Sedangkan Dialah Yang
Mengatur semua keadaan dan takdir.
Ketika kita berada dalam keadaan bahagia, kita harus sadar bahwa
kenikmatan yang diperoleh dan dimilikinya adalah milik Allah dan
datang dari –Nya.
Dia Maha Kuasa untuk mencabut kembali kenikmatan sebagaimana Dia
Maha Kuasa memberi dan menambahnya. Dia Maha Kuasa memberi
kekakuasaan dan mencabutnya, memuliakan dan menghinakan,
membahagiakan dan menyengsarakan. Dialah yang menyatakan dalam
firman-Nya:
"Katakanlah: `Ya Allah, Pemilik kerajaan, Engkaulah yang memberi
kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, Engkau jua yang
mencabut kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkaulah yang
memuliakan orang yang Engkau kehendaki, Engkau jua yang menghinakan
orang yang Engkau kehendaki. Hanya di tangan-Mu semua kebaikan,
sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkaulah yang
memasukkan malam pada siang, Engkau juga yang memasukkan siang pada
malam. Engkaulah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, Engkau
juga yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Engkaulah yang
memberi rizki kepada orang yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan."
(Ali-Imran: 26-27).
Dalam kitab Mujarrabat Imamiyah disebutkan tentang rahasia keutamaan
dua ayat ini, jika dua ayat ini dibaca dalam hitungan jumlah
tertentu pada saat tertentu dapat mengalirkan rizki yang tak
terduga, meruntuhkan lawan kekuasaan, menghinakan lawan, dan
lainnya. Tapi pada kesempatan ini saya tidak ingin membahasnya dari
sisi ini. Insya Allah pada kesempatan yang lain saya akan menulisnya.
Kembali pada topik persoalan. Dalam banyak leteratur disebutkan
bahwa para nabi, orang-orang suci dan orang-orang yang sholeh,
mereka menghadap kepada Allah swt dengan jiwa yang mulia dan penuh
cahaya, dalam keadaan bahagia dan kejayaan. Mereka berdoa kepada-Nya
dan bertawassul kepada-Nya agar kenikmatan itu diabadikan dan
karunia-Nya ditambahkan. Allah swt berfirman:
"(Ingatlah kisah) Zakariya, ketika ia menyeru Tuhannya: Duhai
Tuhanku, jangan biarkan aku sendirian, dan Engkau Pewaris Yang
Paling Baik, maka Kami memperkenankan doanya, dan menganugerahkan
kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung,
sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bergegas dalam kebaikan
dan berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Mereka itu adalah
orang-orang yang khusuk kepada Kami." (Al-Anbiya'/21: 89-90).
Allah mengijabah doa mereka dan memandang mereka dengan pandangan
kasih sayang saat mereka bahagia. Allah segera menyelamatkan mereka
dan menyingkirkan bala' saat mereka ditimpa ujian dan bala'
sebagaimana mereka bergegas dalam memohon rahmat Allah swt. Banyak
riwayat yang menjelaskan bahwa doa yang diijabah diisebabkan oleh
doa di saat bahagia sebelum turunnya bala'.
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata:
"Tidak ada bagi siapapun yang ditimpa bala' walaupun besar
bala'nya lebih layak dari doa ketimbang keselamatan yang tidak
menjamin rasa aman dari bala'." (Al-Faqih, 4: 285; Amali Ash-Shaduq:
218; Nahjul Balaghah, Al-Hikmah)
Imam Ali Zainal Abidin (sa) berkata:
"Belum pernah aku melihat perumpamaan berdoa sebelum kejadian,
karena ijabahnya doa tidak selalu datang kepada seorang hamba setiap
saat." (Al-Irsyad: 259)
Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata: "Selayaknya bagi seorang
mukmin adalah berdoa di waktu suka sama dengan di waktu menderita,
dan tidak bosan berdoa saat menderita, karena kefakiran itu datang
dari Allah azza wa jalla dmana saja." (Al-Kafi, 2: 354)
Doa alamiyah adalah doa yang menggambarkan suara fitrah dan naluri.
Doa ini tidak terhalangi ijabahnya, karena fitrah manusia berada
dalam lingkarang rahmat Ilahi yang meliputi segala sesuatu. Doa
ikhtiari adalah doa yang diungkapkan oleh lisan dan didorong oleh
panggilan pikiran, yang mengalir dari gerakan ruhani dan perasaan,
dan merupakan gerakan hati manusia menuju kepada Allah yang tajalli.
Doa ini terungkap dan terdorong oleh adanya keputusaasaan dari sebab-
sebab lahiriyah. Disampaikan saat suka dan duka. Doa ini juga tidak
terhalangi dari ijabah, karena doa inilah yang merupakan inti dan
hakikat ibadah yang suci. Dengan doa inilah disifati orang-orang
yang bertakwa:
"Lezat bibirnya dalam berdoa, pucat warna wajahnya karena bangun
malam, dan nampaklah pada wajahnya aura orang-orang yang khusuk."
(Nahjul Balaghah: khutbah 121)
Doa dalam pengertian yang terakhir merupakan ibadah yang hidup dan
dinamis, tidak terikat pada ruang dan tertentu, tidak terikat dengan
perbuatan dan kalimat tertentu. Bahkan dalam kondisi inilah manusia
berjalan dengan merdeka dimana saja dan kapan saja ia kehendaki,
dengan bahasa yang ia gunakan, kalimat yang ia ungkapkan, dan
kandungan makna yang ia inginkan.
MAka...berdoalah....Moga ALLah tetap bersama kalian...
Selasa, 19 Februari 2008
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan